TEKNIK ROCK CLIMBING
1. Pendahuluan
Olah raga rock climbing semakin berkembang pesat pada tahun-tahun
terakhir ini di Indonesia. Kegiatan ini tidak dapat dipungkiri lagi
sudah sudah merupakan kegiatan yang begitu diminati oleh kaula muda
maupun yang merasa muda ataupun juga yang selalu muda.Pada dasarnya,
rock climbing adalah teknik pemanjatan tebing batu yang memanfaatkan
cacat batu tebing (celah atau benjolan) yang dapat dijadikan pijakan
atau pegangan untuk menambah ketinggian dan merupakan salah satu cara
untuk mencapai puncak. Ciri khas rock climbing adalah prosedur dan
perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan, juga prinsip dan etika
pemanjatan.
Rock Cilmbing bukan hanya menjadi komoditi industri
olah raga dan petualngan saja. Tetapi aplikasinya juga telah menjadi
komoditas industri-industrilainnya seperti wisata petualangan,outbound
training,entertaiment,iklan dan film,serta industri-industri lainnya
yang membutuhkan jasa ketinggian.Oleh karena itu perlu ilmu rock
climbing yang sangat mendasar sebagai acuan yang kuat diri dan dunia
rock climbing itu sendiri.
2. Sejarah Rock Climbing
Pada awalnya rock climbing lahir dari kegiatan eksplorasi alam para
pendaki gunung dimana ketika akhirnya menghadapi medan yang tidak lazim
dan memiliki tingkat kesulitan tinggi,yang tidak mungkin lagi didaki
secara biasa (medan vertical dan tebing terjal).Maka dari itu lahirlah
teknik rock climbing untuk melewati medan yang tidak lazim tersebut
dengan teknik pengamanan diri (safety procedur).Seiring dengan
perkembangan zaman rock climbing menjadi salah satu kegiatan
petualangan dan olah raga tersendiri.Terdapat informasi tentang
sekelompok orang Perancis di bawah pimpinan Anthoine de Ville yang
mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097 mdpl) di kawasan Vercors
Massif pada tahun 1492. Tidak jelas benar tujuan mereka, tetapi yang
jelas, beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik turun
tebing-tebing batu di pegunungan Alpen diketahui adalah para pemburu
Chamois (sejenis kambing gunung). Jadi pemanjatan mereka kurang lebih
dikarenakan oleh faktor mata pencaharian.
Pada tahun 1854 batu pertama zaman keemasan dunia pendakian di Alpen
diletakan oleh Alfred Wills dalam pendakiannya ke puncak Wetterhorn
(3708 mdpl). Inilah cikal bakal pendakian gunung sebagai olah raga.
Kemudian pada tahun-tahun berikutnya barulah terdengar manusia-manusia
yang melakukan pemanjatan tebing-tebing di seluruh belahan bumi.
Lalu pada tahun 1972 untuk pertama kalinya panjat dinding masuk dalam
jadwal olimpiade, yaitu didemonstrasikan dalam olimpiade Munich.
Baru pada tahun 1979 olah raga panjat tebing mulai merambah di
Indonesia. Dipelopori oleh Harry Suliztiarto yang memanjat tebing
Citatah, Padalarang. Inilah patok pertama panjat tebing modern di
Indonesia.
3.Teknik Rock Climbing
Dikenal dua jenis teknik pemanjatan rock climbing, yaitu artificial climbing dan free climbing.
a. Artificial Climbing
Artificial climbing adalah teknik peanjatan yang menggunakan peralatan
(pengaman) digunakan selain untuk mengamankan pemanjat (menahan pada
saat jatuh), juga di gunakan untuk menambah ketinggian. Biasanya teknik
ini lebih mengutamakan sisi petualangan yang pemanjatannya menggunakan
jalur yang panjang dan proses pemanjatannya memakan waktu yang lama
(berhari-hari).
b.Free Climbing
Free climbing adalah teknik pemanjatan yang menggunakan peralatan
(pengaman) digunakan hanya untuk mengamankan pemanjat (menahan pada
saat jatuh) tidak digunakan untuk menambah ketinggian. Biasanya teknik
ini lebih mengutamakan sisi prestasi dan olah raga. Free climbing
umumnya menggunakan jalur-jalur yang pendek dan singkat.
4. Taktik Pemanjatan
Dalam rock climbing ada dua taktik pemanjatan,yaitu Himalayan Tactic dan Alpin Tactic
a.Himalayan Tactick
Himalayan Tactic adalah taktik pemanjatan tebing dengan cara
menghubungkan antara base camp dengan tim pemanjat melalui tali.
Perlengkapan dan logistik bisa dikirim secara estafet dari base camp ke
tim pemanjat.
b.Alpin Tactic
Alpin Tactic adalah taktik pemanjatan tebing tanpa berhubungan lagi
dengan base camp. Semua kebutuhan tim (peralatan dan logistik) tim
pemanjat dibawa terus oleh tim pemanjat.
Seorang pemanjat tebing dituntut untuk berani, teliti dan berkemampuan
menganalisa tinggi, yaitu berpikir dan bertindak cepat dan tepat pada
saat kritis. Pemanjat tebing wajib memiliki mental baja dan ketahanan
fisik yang besar. Selain itu juga harus memiliki kelenturan tubuh, dan
penguasaan teknik yang benar. Karena hal-hal itu merupakan dasar dari
panjat tebing.
5. Pengaman ( Ancor)
Rock climbing merupakan suatu kegiatan yang beresiko tinggi (high
risk),oleh kerenaitu dibutuhkan suatu pengmanan untuk mengurangi atau
meminimalisir resiko yang akan timbul. Pada dasarnya pengaman (ancor)
dalam rock climbing dikelompokan menjadi 3 kelompok,yaitu :
1. Pengaman tubuh
Pengaman tubuh, yaitu pengaman yang langsung menempel pada tubuh pemanjat, diantaranya :
a. Tali Kernmantel
Kegiatan rock climbing membutuhkan tali yang kuat, ringan, lentur,
tidak mudah basah, cepat kering dan mudah dibawa-bawa. Biasanya para
penggiat rock climbing menggunakan tali kernmantel dynamic berdiameter 9
atau 11 mm karena memenuhi persyaratan di atas.
b. Harness
Adalah alat pengaman yang mengikat tubuh kita (sabuk pengaman). Ada
tiga macam harness yang biasa digunakan, yaitu : Seat Harness (harness
yang bertumpu pada pinggul),Chest Harness (harness yang bertumpu pada
dada) dan Full Body Harness (harness yang bertumpu pada dada, punggung,
pinggul dan paha).
Gambar seat harness
Gambar Chest harness
c. Helm (Hard Hat)
Seorang penggiat rock climbing dianjurkan menggunakan helm dalam
melakukan pemanjatan. Hal ini berfungsi untuk melindungi kepala dari
benda yang jatuh dari atas atau jika pemanjat terjatuh.
Gambar Helm
d. Simpul (knot)
Pada rock climbing terdapat banyak simpul yang sering digunakan,namun
simpul yang langsung berhubungn dengan tubuh,yang di rekomendasikan
adalah simpul delapan ganda.
e. Carrabiner
Carrabiner disebut juga krab atau Snaplink adalah cincin kait yang
terbuat dari alumunium alloy yang bentuknya beragam dan mempunyai gate
yang berfungsi sebagai peniti dan mempunyai kekuatan yang bervariasi
tergantung pada beberapa hal antara lain bahan, bentuk, penampang
lintang dan pintunya. Ada dua macam carrabiner yaitu Carrabiner Screw
Gate (bepengunci) dan Carrabiner Non Gate / Snap Gate (tidak
berpengunci).Adapun standart kekuatan carrabiner yang direkomendasikan
oleh UIAA (badan panjat tebing dunia) adalah 2000 kg.
2. Pengaman Alam (Natural Ancor)
Pengaman alam yaitu pengaman yang sudah ada pada tebing secara alami dan dapat dimanfaatkan menjadi pengaman. Diantaranya :
a. Lubang Tembus
Lubang tembus biasanya berupa lubang atau rongga pada tebing. Adapun
kriteria lubang tembus yang dapat dimanfaatkan sebagai pengaman adalah
· Ukuran diameternya ideal (tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar)
· Solid atau dalam kesatuan tebing dan tidak ada retakan disekitarnya
· Permukaan dan sisi-sisinys tidak tajam sehingga tidak memotong sling
Gambar lubang tembus
b. Batu Tanduk
Batu tanduk biasanya berupa tonjolan yang menyerupai tanduk pada
tebing. Adapun kriteria batu tanduk yang dapat dimanfaatkan sebagai
pengaman adalah:
· Ukuran diameternya ideal (tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar)
· Solid atau dalam kesatuan tebing dan tidak ada retakan disekitarnya
· Permukaan dan sisi-sisinya tidak tajam sehingga tidak memotong sling
Gambar batu tanduk
c. Pohon dan Akar
Dalam hal ini pohon atau tumbuhan yang menempel / tumbuh pada tebing.
Adapun kriteria pohon dan akar yang dapat dimanfaatkan sebagai pengaman
adalah
· Ukuran diameternya ideal (tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar)
· Pohon atau tumbuhannya masih hidup
· Solid atau dalam kesatuan tebing
3. Pengaman Buatan (Artificial Ancor)
Pengaman buatan adalah pengaman yang diciptakan oleh manusia guna
menunjang keamanan dalam kegiatan rock climbing. Pengaman buatan ini
terbagi atas 4 kelompok, yaitu :
a. Piton (Pasak atau Paku Tebing)
Piton adalah sepotong logam yang dibentuk agar berfungsi sebagi pasak
celah tebing batu. Piton kebanyakan dibuat dari baja kromalin. Secara
umum piton terbagi menjadi dua macam, yaitu piton bilah atau pipih
(blade) dan piton siku (angle). Dari dua macam piton ini berkembang
menjadi bermacam-macam bentuk piton yang disesuaikan dengan bentuk
celah di tebing batu.
Gambar Piton Angle Gambar Piton Blade
b. Chock (Pengaman Sisip)
Chock adalah alat penahan beban dari arah tertentu yang diselipkan ke
dalam celah batu. Chock mempunyai dua bentuk, yaitu : asimetris / tidak
simetris,contohya segi enam (hexentric) dan simetris,conyohnya baji
(stopper).
Gambar Chock ( Stopper )
Gambar Chock (Hexentric )
c. Pengaman Sisip Pegas (Friend)
Friend adalah sebuah alat penjepit yang manggunakan pegas, yang
fungsinya tidak jauh berbeda dengan fungsi chock. Ukuran friend
bermacam-macam menyesuaikan dengan berbagai ukuran celah batu.
Gambar friend
d. Baud (Bolt) / Pengaman Tetap
Bolt ini ditanamkan kedalam tebing dan diberi pengait (hanger) dengan
menggunakan alat bantu bor tangan (hand drill). Pengaman sifatnya
permanen.
Gambar handrill dan hanger
6. Simpul-simpul yang sering digunakan dalam pemanjatan
Adapun simpul-simpul yang biasa digunakan di dalam proses pemanjatan adalah sebagai berikut :
1. Simpul Delapan Ganda :
Digunakan untuk simpul ke tubuh dan penambatan.
2. Simpul Belay :
Digunakan untuk mem-belay dan rappeling.
3. Simpul Jerat :
Digunakan untuk menjerat pengaman.
4. Simpul Pita :
Digunakan untuk menyambung tali yang pipih (webbing).
5. Simpul Pangkal :
Digunakan di dalam penambatan.
6. Simpul Fisherman :
Digunakan untuk menyambung dua tali yang berbeda.
7. Simpul Kambing/Bowline :
Digunakan untuk mengikat barang yang akan di angkat ke atas.
7. Alat Pendukung
Ascender dan Descender
Ascender adalah alat penjepit tali yang berfungsi untuk menahan beban.
Prinsip kerjanya adalah dapat menjepit tali kjika terbebani dan aka
mengendur jika tidak terbebani.
Descender adalah alat yang berfungsi untuk membantu memberi gesekan
pada waktu pemanjat menuruni tebing dengan tali. Dengan begitu,
kecepatan turun dapat dikontrol dengan mudah. Biasanya digunakan untuk
rappeling atau belaying.
Sling
Sling berguna untuk membuat pengaman maupun memperpanjang runner. Sling
dapat dibedakan menjadi 2, yaitu Rope Sling yang terbuat dari tali dan
Tape Sling yang terbuat dari pita nilon (webbing). Diameter rope sling
berkisar antara 7 sampai 9 mm. Sedangkan tape sling biasanya berukuran
1 inci. Kedua macam sling ini mempunyai kegunaan masing-masing. Pada
pinggiran batu yang tajam, webbing dapat tersayat, sehingga rope sling
lebih dianjurkan. Sedangkan pada celah sempit, tape sling lebih berguna
daripada rope sling.
Gambar sling
Sepatu Panjat
Sepatu memanjat tebing mempunyai ciri-ciri khusus. Ringan dan bagian
tapaknya terbuat dari karet yang cukup keras dan kaku yang berfungsi
sebagai tumpuan gesekan yang maksimal terhadap pijakan permukaan tebing
yang tipis.
Gambar Sepatu Panjat
Hammer
Palu yang digunakan dalam pemanjatan tebing batu sedikit berbeda dengan
palu yang digunakan untuk keperluan sehari-hari. Kepala palu harus
labih berat dari ekor palu yang berbentuk runcing, yang dapat digunakan
untuk mencongkel atau mengungkit alat-alat penahan beban (pengaman
buatan).
Gambar Hammer
Webbing
Webbing adalah pita yang terbuat dari bahan nilon yang mempunyai fungsi
yang hampir sama dengan tali. Alat ini biasa digunakan untuk sling,
tangga gantung dan sebagainya.
Etrier atau Stirrup
Etrier atau Stirrup (tangga gantung) adalah alat yang biasa digunakan
dalam pemanjatan artificial. Etrier biasanya terbuat dari webbing atau
dari logam aluminium. Dengan alat ini, proses pemanjatan akan emnjadi
lebih mudah. Karena alat ini dapat dijadikan pijakan untuk menambah
ketinggian dimana sudah tidak ada lagi cacat tebing yang dapat dipijak.
Gambar Etrier atau stirrup
Chalk Bag
Chalk bag adalah kantong kapur yang berisi magnesium carbonat, ukurannya kira-kira sebesar telapak tangan.
Gambar chalk bag
Prusik
Prusik adalah tali karnmantel yang berukuran antara 4 – 6 mm. Biasanya berfungsi sebagai pengganti ascender dan sling.
Gambar prusik
Choker
Choker adalah alat bantu untuk membuka atau melepaskan pengaman buatan.
Choker terbuat dari bahan plat ± 3 mm dengan panjang ± 30 cm. Salah
satu ujungnya berbentuk seperti ekor kucing yang berfungsi untuk
mencongkel atau mengungkit alat alat penahan beben (pengaman buatan).
8. Klasifikasi Pengaman
Pada prekteknya terdapat juga klasifikasi pengaman menurut sifat dan fungsinya, yaitu :
a) pengaman emas :
berarti pengaman bersifat baik sekali. Sangat baik digunakan sebagai penambatan.
b) pengaman perak :
berarti pengaman bersifat baik. Digunakan untuk pengaman selama pemanjatan.
c) pengaman perunggu :
Sifatnya kurang baik. Biasanya digunakan untuk menambah ketinggian.
d) pengaman pengunci
Sifatnya baik sekali (emas). Digunakan sebagai pengaman urutan pertama yang befungsi sebagai tahanan terakhir pada saat jatuh.
9. Penambatan
Penambatan adalah proses tahapan pemanjatan untuk melanjutkan pitch
berikutnya (1 etape pemanjatan) atau berganti leader. Syarat penambatan
:
a) Memiliki 2 atau lebih pengaman yang bernilai emas.
b) Menggunakan carrabiner screw untuk menambat.
c) Simpul yang dipakai adalah simpul jerat/tambat (untuk pengaman ke tubuh) dan di back up oleh simpul delapan ganda.
10. Pengenalan Prosedur Pemanjatan
Dalam suatu kegiatan alam bebas, menyusun suatu perencanaan merupakan
suatu hal yang penting. Bidang rock climbing merupakan kegiatan yang
sangat memerlukan tata cara dan prosedur yang tepat agar proses
pemanjatan menjadi lancar dan aman.
Prosedur pemanjatan yakni :
Orientasi Jalur
Orientasi jalur merupakan permulaan yang penting dari sebuah
pemanjatan. Pemilihan jalur dapat dilakukan melalui data, literatur,
informasi dari orang lain atau pengamatan langsung.
Di dalam orientasi jalur, ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a) Memperkirakan tinggi tebing, menentukan jenis batuan, menentukan berapa pitch yang akan dilakukan.
b) Menentukan titik awal pemanjatan.
c) Menentukan jenis alat-alat yang akan digunakan.
d) Memperkirakan penempatan anchor (tambatan) untuk istirahat, pergantian leader untuk hanging belay juga hanging bivoack.
2. Pembagian Personil / Manajemen Tim
Pembagian personil dilakukan berdasarkan :
a) Jumlah personil keseluruhan.
b) Kemempuan personil.
c) Jalur yang akan digunakan.
d) Sistem pemanjatan.
e) Ketersediaan alat.
3. Persiapan Peralatan
Peralatan yang akan dipakai disusun dengan rapi dan sistematis. Ini
membantu pemanjat dalam menggunakan alat. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi alat yaitu :
a) Jenis batuan.
b) Cacat batuan.
c) Kemampuan leader.
d) Pengaman yang tersedia.
4. Persiapan Pemanjatan
Setelah semua peralatan telah siap, maka pemanjatan dapat dimulai. Hal
yang penting dalam pemanjatan beregu adalah komunikasi, apalagi antara
leader dan belayer. Tetapi perlu diingat untuk menjaga energi, jangan
sampai energi habis karena kita berteriak-teriak. Jadi sebaiknya
menggunakan alat komunikasi, seperti handy talky.
5. Memulai Pemanjatan
Leader melakukan pemanjatan hingga pitch 1 yang telah direncanakan
sebelumnya. Lalu memasang fixed rope (tali tambat) dari tali baru yang
dibawanya yang dapat digunakan sebagai transport orang kedua.
6. Cleaning
Setelah leader menyelesaikan pitch 1, orang kedua bersiap untuk
menyusul ke pitch 1 dengan menggunakan fixed rope. Sambil
memanjat/jumaring orang kedua (cleaner) ini membersihkan runner-runner
yang dipasang oleh leader, agar alat-alatnya dapat digunakan untuk
pemanjatan selanjutnya (ke pitch 2).
Tugas cleaner :
a) Membersihkan jalur dan menyapu runner.
b) Mencatat pengaman yang akan digunakan selanjutnya.
c) Sebagai leader untuk pitch selanjutnya.
d) Membawa tali untuk pemanjatan.
7. Pemanjatan untuk pitch 2 dan selanjutnya.
Setelah cleaner sampai pada pitch 1, lalu melakukan persiapan untuk
melakukan pemanjatan ke pitch 2. Yang menjadi leader adalah orang yang
menjadi cleaner pada saat pemanjatan ke pitch 1. Pada saat pemanjatan
ke pitch 2, orang ketiga dan selanjutnya yang masih ada di bawah,
melakukan pemanjatan/jumaring. Begitu seterusnya hingga akhir
pemanjatan.
8. Turun Tebing
Setelah semua pemanjat telah mencapai target, maka yang harus dilakukan
adalah rappeling (turun tebing). Untuk melakukan rappeling perlu
membuat anchor untuk penambat tali. Rappeling dapat dilakukan dengan
menggunakan tali tunggal atau tali ganda (double). Personil yang turun
pertama kali harus membawa tali dan memasangnya pada pitch berikutnya.
Persoinil terakhir sebaiknya memakai double rope rappeling dan tali
dikalungkan pada anchor, sehingga dapat ditarik sesudah sampai di pitch
bawah. Begitu selanjutnya untuk setiap pitch.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rappeling :
a) Ujung tali harus disimpul.
b) Waspada terhadap rontokan batuan.
9. Pendataan Alat Setelah Pemanjatan
Di dasar tebing, setelah semua pemanjat turun, dilakukan pendataan
alat-alat yang telah dipakai. Alat-alat apa saja yang sengaja ditinggal
di atas dan pengecekan alat.
10. Pembuatan Topo
Topo adalah gambar atau sket jalur yang berhasil di panjat. Sket ini dilengkapi dengan data-data sebagai berikut :
a) Nama jalur
b) Lokasi
c) Jenis batuan tebing
d) Tinggi tebing
e) Sistem pemanjatan
f) Teknik pemanjatan
g) Waktu pemanjatan
h) Tingkat kesulitan (grade)
i) Data peralatan yang digunakan
j) Daftar pemanjat